Budidaya padi secara salibu merupakan varian teknologi budidaya ratun, yaitu unggul setelah panen tanaman utama yang tingginya sekitar 25 cm, dipelihara selama 7-10 hari atau dibiarkan hingga keluar tunas baru. Apabila tunas yang keluar kurang dari 70% maka tidak disarankan untuk dilakukan budidaya salibu. Jika tunas yang tumbuh > 70% maka potong kembali secara seragam hingga ketinggian 3-5 cm, kemudian dipelihara dengan baik hingga panen. Beberapa keuntungan dari penerapan budidaya padi salibu adalah hemat tenaga kerja, waktu dan biaya, karena tidak dilakukan pengolahan tanah dan penanaman ulang serta menekan kebiasaan petani membakar jerami setelah panen.
Selain itu budidaya padi secara salibu dapat meningkatkan produktivitas padi per unit area dan per unit waktu, sehingga dapat meningkatkan Indek Pertanaman (IP) dari 2 kali menjadi 3-4 kali setahun. Bila dibandingkan dengan teknologi ratun konvensional, salibu mampu menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dan seragam, produktivitas bisa mendekati produktivitas tanaman utamanya. Penggunaan varietas berdaya hasil tinggi, tentu akan lebih memotivasi aktivitas petani, karena terjadi peningkatan hasil yang nyata.
Beberapa verietas padi dapat ditanam dengan sistem salibu di beberapa lokasi dan mampu berproduksi dengan baik antara lain varietas Cisokan, Inpari 19, Inpari 21, Logawa dan lain-lain. Menurut Susilawati et al. (2011) varietas padi hibrida dan padi tipe baru seperti Hipa 3, Hipa 4, Hipa 5, Rokan, dan Cimelati terbukti mampu menghasilkan ratun dengan baik dan mampu menghasilkan tanaman salibu dengan baik.